Mengapa Pelecehan Berbasis Gender Meningkat di Jepang????

Fakta360 Dilihat

Aashvicorporation. Jepang telah menyaksikan peningkatan yang mencemaskan dalam kasus pelecehan seksual berbasis gender selama beberapa tahun terakhir. Meskipun angka tersebut sempat menurun selama pandemi COVID-19 pada tahun 2020-2021, data yang diterbitkan oleh Statista mengungkapkan bahwa jumlah kasus pelecehan seksual kembali meningkat tajam pada tahun 2022, mencapai angka 4.708 kasus. Meski ini merupakan penurunan dari puncak jumlah kasus pada periode 2013-2018, yang mencapai 7.000 hingga 5.000 kasus per tahun, masalah ini tetap menjadi perhatian serius. Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa angka ini tidak mencakup kasus pemerkosaan yang tetap stabil di angka lebih dari 1.000 kasus per tahun.

Namun, perlu diingat bahwa angka tersebut hanya merepresentasikan kasus yang dilaporkan. Banyak kasus pelecehan seksual tidak pernah dilaporkan karena korban khawatir akan stigmatisasi dan konsekuensi lainnya. Jadi, sebenarnya angka tersebut mungkin hanya sebagian kecil dari gambaran yang sebenarnya.

Salah satu fenomena yang mencolok dalam kasus pelecehan seksual di Jepang adalah penyebaran aplikasi ponsel yang dibuat khusus untuk mendeteksi keberadaan pelaku pelecehan seksual. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk melaporkan tindakan asusila, yang dalam bahasa lokal dikenal dengan istilah “chikan.” Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kekhawatiran dan kesadaran masyarakat terhadap masalah ini.

Terkait dengan pertanyaan mengapa isu pelecehan seksual berbasis gender terus berlanjut di Jepang, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan:

  1. Mayoritas Pelaku Adalah Pria Kelas Menengah Menurut data yang dihimpun dalam studi berjudul “Sexual Assault on Public Transport: Crowds, Nation, and Violence in the Urban Commons” oleh Romit Chowdhury yang diterbitkan dalam jurnal Social & Cultural Geography, mayoritas pelaku pelecehan seksual di kereta komuter Jepang adalah pria kelas menengah beretnis Jepang. Hal ini mengejutkan, mengingat adanya dugaan awal yang memojokkan imigran atau pendatang sebagai pelaku pelecehan seksual. Data ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak dapat diidentifikasi hanya sebagai masalah yang melibatkan kelompok tertentu dalam masyarakat.

Sementara beberapa faktor yang mungkin memengaruhi meningkatnya kasus pelecehan seksual berbasis gender di Jepang masih perlu diteliti lebih lanjut, perhatian terus diberikan kepada upaya pencegahan, kesadaran masyarakat, dan pendidikan untuk mengatasi masalah yang meresahkan ini.

Next Acrtikel , Hanya Di sini ….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *